Mitos Keadilan dalam Game

Saya menghabiskan bertahun-tahun menganalisis apa yang membuat orang merasa beruntung—meski sebenarnya tidak. Baru-baru ini, saya fokus pada game bernama Superstar, sebuah lotere digital bergaya mitologi yang menawarkan ‘transparansi’, ‘keseimbangan’, dan ‘empowerment’.

Yang lucu? Semua itu benar—kecuali satu hal kecil: transparansi bukan berarti etis.

Pesona Antarmuka Dewa

Saya suka estetika. UI bergaya Olympus dengan langit penuh bintang dan efek suara gemuruh? Indah. Tapi keindahan ini adalah senjata.

Game ini menggunakan mitologi kuno bukan untuk bercerita, tapi sebagai pelindung kognitif. Saat Anda memilih angka di bawah tatapan Zeus, otak Anda berhenti berpikir seperti analis dan mulai merasa seperti pahlawan dalam misi epik.

Ini bukan sihir—ini adalah desain perilaku.

Mengapa ‘Rasio Menang 90%’ Adalah Jaringan?

Mereka klaim bahwa semua permainan punya rasio menang lebih dari 90%—angka yang terdengar meyakinkan sampai Anda bertanya: menang apa?

Rasio menang di atas 90% bisa berarti Anda mendapatkan Rp105 dari setiap taruhan Rp100… tapi hanya setelah sepuluh kali main. Bukan keadilan—tapi kepadatan hadiah palsu.

Ini memicu ketakutan rugi: Anda merasa menang cukup sering untuk terus main—tapi tidak cukup untuk untung nyata.

Ini bukan psikologi judi—ini teknik perilaku yang disamarkan sebagai hiburan.

Permainan Sebenarnya Bukan di Angka—Tapi di Waktu Bermainnya

Inilah bagian menariknya:

• Pilih angka → taruhan kecil → kemenangan kecil sering → dorongan dopamin ✅
• Mulai naik taruhan → kerugian besar → reset tiba-tiba lewat ‘putaran gratis’ atau ‘bonus round’ → harapan bangkit lagi ✅
• Ulang hingga dana habis—atau sistem mendorong ke taruhan lebih tinggi.

Ini disebut kenaikan progresif, bekerja karena menciptakan ilusi kemajuan tanpa pencapaian nyata.

Lebih buruk lagi? Mereka menyebutnya ‘kebijaksanaan’. Seperti aturan anggaran adalah ritual spiritual?

“Tentukan batas seperti membakar dupa saat fajar,” kata panduan mereka. Pengecutnya sangat tebal sampai bisa dipotong dengan pisau.

Revolusi Desain Etis yang Kita Butuhkan Sekarang

Saya tidak bilang semua game jahat—jauh dari itu. Tapi kita butuh kejujuran radikal tentang bagaimana sistem membentuk perilaku. Jika transparansi artinya menampilkan data, maka mari juga tunjukkan:

• Rata-rata durasi sesi sebelum kerugian melebihi keuntungan (spoiler: ~47 menit)
• Persentase pemain yang rugi >80% dana mereka (petunjuk: lebih dari 68%)
• Kurva waktu kerugian berdasarkan profil risiko (ada—anda bisa memprediksinya)

The real power isn’t in predicting outcomes—it’s in designing systems where players know they’re being guided—not seduced. The future belongs not to games that exploit randomness… but to those that honor autonomy through clarity.

“Kebebasan sejati bukan putaran tak terbatas—itulah memilih kapan berhenti.

Langkahmu: Kembalikan Kendali Dirimu

Bagaimana main secara bertanggung jawab di dunia ini?

1. Gunakan alat seperti “Budget Drum” — ya, meski terdengar norak — karena konsistensi lebih kuat daripada akankuasa diri.
2. Catat sesi berdasarkan durasi, bukan kemenangan. Tanya pada diri sendiri: _Apakah saya bersenang-senang—or sekadar bertahan?
3. Anggap setiap permainan sebagai eksperimen—not peluang keberuntungan—but wawasan tentang ekonomi perhatian Anda sendiri.r4. Bergabung dengan komunitas yang menghargai refleksi daripada hasil—seperti channel Discord pribadi saya bagi desainer etis yang meragukan sistem sambil membangun versi lebih baik.r

Karena inilah yang tak akan diklaim iklan: Pemain paling kuat bukanlah mereka dengan jackpot terbesar—but orang yang berhenti duluan.r

Apa pendapatmu tentang platform gaming etis? Apakah benar-benar adil—or hanya lebih pandai berpura-pura?r

Tulis pendapatmu di kolom komentar 👇

P.S.: Ingin toolkit gratis tentang pengalaman desain psikologis responsif? Bergabunglah dalam AMA bulanan kami dan dapatkan akses.